Dinukil dari DUTA MASYARAKAT,
SURABAYA - Partai Kebangkitan Nasional Ulama (PKNU) wajib ikut pemilu tahun 2014 mendatang. Sebab hal itu merupakan bagian dari jihad partai politik yang didirikan para ulama Nahdlatul Ulama (NU) untuk mempertahankan Islam ala Ahlussunnah wal Jamaah (Aswaja) supaya bisa lestari di bumi nusantara.
Pernyataan itu disampaikan Ketua Umum DPP PKNU, Drs Choirul Anam (Cak Anam), saat membuka Musyawarah Pimpinan Nasional (Muspimnas) I PKNU di Hotel Sinar I Surabaya, Selasa (22/1) kemarin. Hadir dalam acara itu KH Mujahidin Fatawi (Wakil Dewan Syura), KH Sholeh Qosim (Mustasyar), KH Abdul Adzim Suhaimi MA (Ketua Dewan Syura), KH Abdullah Faqih (Rais Mustasyar), KH M. Thohir Syarkawi, dan Ketua Umum DPP PKNU Choirul Anam.
Pertimbangan utama PKNU tidak ikut-ikutan latah bergabung (fusi) dengan partai besar, seperti yang dilakukan beberapa parpol kecil saat ini, kata Cak Anam, karena PKNU sadar bahwa sekarang ada skenario besar dari pihak luar yang ingin menjadikan Indonesia sebagai negara sekuler. Bahkan munculnya berbagai kekerasan di berbagai daerah yang mengatasnamakan agama, diyakini menjadi bagian dari strategi mempercepat Indonesia menjadi negara sekuler tersebut.
Selain itu, kata dia, juga ada upaya mendiskreditkan umat Islam Indonesia yang diidentikkan dengan kekerasan, dengan cara mengadu domba antar kelompok/aliran umat Islam maupun antar-umat Islam dengan umat agama lain. Pihak asing itu, kata Cak Anam, juga telah lama berusaha membunuh parpol Islam yang ada di Indonesia. Mengapa? “Kalau parpol Islam tidak bisa ikut campur dalam menentukan kebijakan negara, maka Indonesia akan dengan mudah diubah menjadi sekuler,” terang Cak Anam dengan nada serius.
Mantan Ketua PW GP Ansor Jatim ini menjelaskan, pada pemilu 1955, kekuatan politik Islam cukup besar. Gabungan perolehan suara empat besar partai Islam yakni Masyumi, Partai NU, PSII, dan Perti, mencapai 43,72 persen. Di Konstituante, partai Islam cukup berpengaruh, meski tidak mampu mendiktekan agenda mereka karena berhadapan dengan partai berasas non-Islam yang mayoritas, tapi belum cukup dominan untuk mengalahkan kekuatan partai Islam khususnya saat harus memutuskan konstitusi negara karena suara mereka tidak mencapai dua pertiga dari jumlah kursi parlemen.
“Partai Islam yang utama saat itu adalah Masyumi dengan 20,9 persen suara (57 kursi), dan NU mendapat 18,4 persen (45 kursi). Sedangkan dua kubu sekuler utama, yaitu PNI meraih 22,3 persen suara (57 kursi) dan PKI meraih 16,4 persen (39 kursi),” katanya. Kemudian pada Pemilu 1971, partai Islam perolehan suaranya turun drastis hampir separo atau tinggal 27,77 persen. Padahal itu gabungan dari 4 parpol Islam meliputi Masyumi, Perti, Parmusi dan NU sendiri mendapat 18,27 persen.
Setelah Orde Baru berkuasa, partai Islam dipaksa bersatu (fusi) menjadi satu dengan nama Partai Persatuan Pembangunan (PPP). Pada pemilu tahun 1977, perolehan suara PPP hanya sebesar 29 persen dan pemilu 1982 sebesar 24 persen. Tahun 1987, kembali turun tinggal 15 persen. “Pemaksaan partai Islam bergabung menjadi satu adalah upaya mempercepat menghabisi partai Islam di Indonesia dan itu bagian dari skenario pihak sekuler,” tegas Choirul Anam.
Kemudian berganti ke zaman orde reformasi pada pemilu 1999, partai Islam kembali mendapat angin dan mampu mendapat 36,17 persen dari gabungan suara 17 parpol Islam. “NU yang kembali mendirikan partai Islam bernama PKB saat itu mendapat 12,21 persen, PNU mendapat 0,64 dan PKU mendapat 0,28 persen,” ujar Cak Anam.
Pada pemilu 2004, suara partai Islam kembali mengalami peningkatan menjadi 36,34 persen dari gabungan 7 parpol, di antaranya PKB yang hanya mendapat 10 persen. Lima tahun berikutnya yakni pada pemilu 2009, partai Islam kembali mengalami keterpurukan tinggal 28,88 persen dari gabungan suara 9 parpol. PKB mengalami penurunan drastis tinggal 4,4 persen dan PKNU hanya 1 persen.
“Salah satu penyebabnya karena PT dinaikkan. Pada pemilu 2014 mendatang rencananya PT kembali dinaikkan. Kalau dulu Undang-Undang Parpolnya yang diubah tapi sekarang UU tetap tapi PT dinaikkan, ini adalah bagian dari upaya mempercepat membunuh partai Islam di Indonesia,” katanya.
Karena itu, kalau PKNU mundur, maka itu sama saja ikut mempercepat partai Islam hancur dari bumi nusantara. Akibatnya, UU yang diberlakukan dalam bernegara tentu akan terbebas dari nilai-nilai agama atau menjadi negara sekuler. “Sekarang ini agama dan politik sedang dikerjai oleh paham liberal maupun pluralis. Jadi kita harus solid dalam menjaga negara dan agama jangan sampai dinodai oleh paham sekuler,” pungkas Cak Anam.