Dakwah global Ahlus Sunnah wal Jama'ah

11/05/11

Manusia hari ini hidup dalam dunia tanpa batas (borderless world) sebagai hasil kemajuan ilmu dan teknologi, telekomunikasi, transportasi dan tourisme yang telah menjadikan dunia menjadi ‘desa besar”. Dalam dunia yang sedang berubah ini Muslim melayu telah mencanangkan akan kebangkitan kembali Islam. Renaissance hari ini dan masa depan bukan hanya membanggakan kejayaan masa lalu (glory of the past), tetapi mengangkat derajat umat melalui kualitas iman dan ilmu.
Bukanlah tugas yang ringan bagi kaum Muslim di ranah melayu untuk mengangkat kualitas umat yang besar jumlahnya. Sebagian besar dari negeri-negeri Muslim adalah negara dengan pendapatan rendah, hanya sedikit negeri Muslim termasuk berpendapatan sedang dan tinggi. Banyak tantangan menghadang umat, tanpa analisa strategis dan perencanaan matang, umat tidak akan mencapai tujuan bersama.
Kita dapat belajar dari sejarah Renaissance Barat, President Nixon, dalam buku terakhirnya sebelum meninggal Seize the Momen, America Challenges in one –Super Power World menyatakan, “Barat berhutang besar kepada dunia Islam untuk Renaissancenya”. Untuk renasisasnce Barat, mereka (Barat) berdiri di atas pundak dunia Islam pada masa lalu itu.
Globalisasi sebagai suatu proses pada akhirnya akan membawa seluruh penduduk planet bumi menjadi suatu world society dan global society. Hal ini harus dipandang dan dipahami sebagai proses wajar yang tak terhindarkan yang diakibatkan oleh semakin majunya peradaban manusia di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi (Iptek), khususnya teknologi komunikasi dan informasi. Sebab bagaimanapun, global society yang oleh Miriam L Campanella dalam buku Transition to a Global Society diartikan sebagai an idealistic cosmopolitan and universal society that includes all the people, living on earth, without regard to cultural and ethical beliefs lambat maupun cepat akhirnya akan menjadi kenyataan.
Ini menampakkan wujudnya yang paling nyata. Peristiwa di pojok bumi manapun dengan cepat dapat dikomunikasikan ke seluruh dunia. Akibatnya manusia semakin menyadari posisinya sebagai sesama warga satu desa dunia atau a global village. Sebagaimana halnya warga desa yang saling kenal mengenal satu sama lain serta selalu saling bergotong royong dalam mewujudkan keamanan dan kesejahteraan seluruh warga, demikian pula hendaknya sikap manusia sebagai sesama warga planet bumi.
Menyadari bahwa kesatuan umat manusia adalah konsekuensi dari kemajuan peradaban manusia, maka penganut ahl sunnah wal jamah dalam era globalisasi ini justru harus menghadapinya dengan kesiapan untuk berlomba dalam mendakwahkan nilai-nilai Islam kepada masyarakat dunia. Dengan cara bersikap kreatif dengan menggali tak kenal henti saripati dan hikmah ajaran Islam untuk didakwahkan dan disumbangkan sebagai rahmat bagi seluruh alam (rahmatan li al-alamin) .
Tidak bisa dinafikan bahwa ada sisi lain dari globalisasi yang berdampak tidak menguntungkan bagi umat Islam. Sebab pihak yang diuntungkan adalah yang paling menguasai teknologi dan bermodal besar. Dalam situasi inilah globalisasi muncul dalam bentuk dominasi Barat terhadap negara-negara Timur (Islam). Salah satu faktor yang menyebabkan muncul dan meluasnya radikalisme serta terorisme adalah dominasi tersebut. John L Esposito misalnya, melihat bahwa dominasi Barat terhadap negara-negara Islam menyebabkan umat Islam resisten terhadap peradaban Barat. Celakanya, resistensi tersebut acapkali disertai dengan generalisasi bahwa semua yang berasal dari Barat harus ditolak dan dimusuhi.
Dengan demikian sedikit banyak globalisasi memiliki kontribusi dalam konflik Islam-Barat. Ini bukan berarti kita harus menolak globalisasi, sebab ada nilai-nilai dan produk globalisasi yang bermanfaat bagi kehidupan bersama. Globalisasi sebagai fenomena tercabutnya ruang dari waktu bukan hanya sebuah keniscayaan yang tidak bisa ditampik, melainkan juga menguntungkan bagi interaksi peradaban seluruh umat manusia. Kemunculannya seiring dengan kemajuan peradaban manusia itu sendiri. Namun globalisasi sebagai sebuah ideologi, dimana liberalisme ekonomi yang menjadi spiritnya, tentu harus diwaspadai.
Dengan demikian, kita bisa berharap bahwa umat Islam tidak gampang terseret dalam menghadapi arus globalisasi. Sebagai bagian terbesar dari bangsa Asia Tenggara, umat Islam dengan kemampuannya menggali dan mendayagunakan ajaran agamanya untuk menjawab tantangan globalisasi, justru diharapkan untuk mampu memelopori dan membawa bangsa ini tampil di gelanggang percaturan dan persaingan global tanpa kehilangan jati dirinya sebagai bangsa yang beriman dan bertakwa. Ini sekaligus merupakan upaya kongkret untuk turut mengarahkan aliran arus globalisasi.
Dengan teknologi komunikasi dan informasi dunia memang terasa menjadi sempit dan kecil. Tanpa keimanan kecanggihan produk Iptek tersebut dapat membawa manusia ke sikap sombong dan melupakan Allah SWT. Namun, dari sudut iman, dunia yang terasa kecil itu justru mengugah agar manusia lebih merasa kecil dihadapan Allah Yang Maha Pencipta. Tanpa pegangan iman pola kehidupan yang makin mengglobal ini akan mudah membawa orang-orang terombang-ambing, terlanda stress dan keterasingan (alienated). Tetapi dengan keimanan orang akan tangguh menghadapinya karena proses tersebut dipahami sebagai bagian dari sunnatullah yang tak mungkin dihindari.
Pada era globalisasi dan informasi sekarang ini, sikap hidup masyarakat semakin rasional, laju urbanisasi amat cepat terjadi, kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi juga semakin pesat. Hal itu tentu saja merupakan tantangan bagi Muslim di Melayu untuk memberikan kontribusi.
Etos keilmuan yang jelas sangat penting untuk dimiliki itu, merupakan hal yang ditekankan dalam ajaran Islam. Islam mengajarkan kepada umatnya untuk menuntut ilmu sejak dari ayunan hingga liang lahat (minal mahdi ilal lahdi). Seyogyanyalah etos keilmuan itu senantiasa dihidupkan di dalam kalbu setiap muslim di ranah melayu.
Ketinggian etos keilmuan dalam Islam pernah mengantarkan kaum muslimin ke tingkat kemajuan kebudayaan dan peradaban, seperti nampak di Baghdad dan Cordova. Namun, begitu semangat penelitian dan pencarian keilmuan menurun yang menyebabkan etos keilmuan ini merosot, maka kemajuan yang pernah dicapai menjadi hilang begitu saja.
Ketika etos keilmuan dan ilmu-ilmu yang pernah dikembangkan para ilmuwan. Islam mengalami transmisi ke Eropa, kaum muslimin menjadi terpuruk dalam kenestapaan, kemunduran, dan keterbelakangan. Maka, penegakan dan pembangunan etos keilmuan Islam merupakan salah satu tantangan besar yang perlu kita hadapi saat ini.
Sekarang ini, etos keilmuan masyarakat Islam di beberapa negara nampak bangkit secara menggembirakan. Penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi di kalangan Muslim juga nampak mulai semarak dan giat dilakukan. Selain itu, pengkajian kembali ilmu keagamaan yang berkesesuaian dengan perkembangan zaman, peradaban, dan ilmu pengetahuan juga menunjukkan sebuah optimisme.
Etos keilmuan yang integralistik dan harmonis dalam bentuk pencarian dan pendalam ilmu pengetahuan pada berbagai cabangnya perlu terus ditumbuhkan secara berimbang. Sebab, selama ini terdapat kecenderungan para pendakwah Islam lebih memprioritaskan ilmu-ilmu agama yang dianggap mampu mengantarkan kepada jalan Allah. Sedangkan ilmu pengetahuan umum sering dianggap sebagai ilmu duniawi yang kurang perlu untuk dipelajari.
Padahal, keduanya merupakan alat untuk membaca ayat-ayat Allah yang nampak pada teks Al-Qur’an dan fenomena alam raya ini. Selain itu, dalam Islam sendiri sejatinya tidak dikenal pemisahan antara keduanya, karena Islam sangat menjunjung tinggi semangat integralitas ilmu pengetahuan.
Melihat fenomena seperti itu, maka Seminar Internasional Tajdid Pemikiran Islam, Membumikan Pemikiran Aswaja di era globalisasi ini menemukan peran pentingnya dalam mengembangkan dan mempelopori perwujudan etos keilmuan Islam yang integralistik. Dengan begitu, akan dapat meningkatkan mutu dan kualitas umat Islam. Dengan etos keilmuan yang tinggi serta disertai perhatian yang penuh, menjadi tidak mudah tergoda oleh permasalahan di luar keilmuan. Karena, permasalahan yang sering meletup di dalam dan menyita banyak perhatian seperti kekuasaan, kelembangan, atau intrik pribadi dan kelompok, akan sangat mengurangi etos dan produktivitas keilmuan. Persoalan itu hanya akan meletihkan badan dan pikiran, tapi tidak melatih kemandirian dan kedewasaan berpikir.